Subhanallah,,, cukup melelahkan juga setelah seharian mengurus yang namanya pernikahan. Al-ajru ‘ala qadri masyaqqoh, besarnya pahala sesuatu tergantung pada kesulitannya, itulah kaidah dalam agama kita yang cukup memotivasi untuk tetap menjalankan ibadah mulia ini. Maka pantaslah jika Rasulullah bersabda, “ Barang siapa yang diberi rizki (istri) oleh Allah seorang wanita yang shalihah, sesungguhnya Allah telah menolongnya memperoleh separuh kesempurnaan agamanya. Kemudian, hendaknya dia bertakwa kepada Allah terhadap sepoaruh sisanya. (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim)
Walaupun bukan pelaku, hanya sekedar mendampingi “kakak” tapi itu cukup memberikan pelajaran yang sangat besar bagi saya pada hari ini.
Sejenak termenung dan mengingat ketika Sahabat Nabi yang mulia Abu Bakr berwejang kepada anaknya untuk menceraikan istrinya. Kekhawatiran beliau agar jangan sampai obsesi ukhrawi anaknya telantarkan oleh sebuah perasaan. Sebuah perasaan yang mungkin anda sebut sebagai cinta.
Mungkin anda berpikir saya terlalu logis dan realistis dalam menghukumi suatu perasaan. Afwan atas kepicikan dan keringkihan jiwa ini. Karena sungguh bagi saya di balik misi perjuangan itulah tersimpan perasaan yang sesungguhnya, mahabbatullah.
Duhai saudaraku, membentuk diri menjadi hamba Allah yang sesungguhnya tidaklah semudah mengkonsepkannya, apa lagi sekedar mengangankannya. Butuh perjalanan panjang dan membuktikan terus menerus melalui ketaatan tak tergoyahkan diatas jalan kebenaran. Ibrahim alaihissalam memberikan contoh sempurnah dalam hal ini, hingga Allah memuji beliau, ‘sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh,(qanit) kepada Allah dan hanif.’(QS. An-Nahl:120)
Allah memperedikati beliau demgan qanit dan hanif. Qanit adalah pribadi yang selalu menjaga ketaatan. Sedangkan hanif menurut Ibnu Qayyim,adalah pribadi yang senantiasa menghadapkan diri kepada Allah dan berpaling dari apapun selain-Nya.”
Ya, agar perjuangan tidak hanya menjadi timbunan omong kosong. Tetapi, kiprah nyata yang berhias suka duka, bersulam jatuh bangun, berenda kegagalan dan keberhasilan. Sebuah sunnahtullah, agar mata hati melihat bahwa keberhasilan itu berharga mahal. Jangan berharap segalanya serba mudah dan murah, diraih dengan leha-leha dan ha ha hi.
Jiwa akan sampai pada suatu titik bahwa perjuangan adalah lentera hidup dalam jiwa. Jiwa yang tidak hanya bersedia menyambut kemenangan, tetapi siap berjibaku terlebih dahulu. Itulah ajang pembuktian sebuah ikrar. “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka di biarkan (saja) mengatakan,’ kami telah beriman, sedang mereka tidak di uji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta .”(QS.Al-Ankabut:2-3)
Jadi saudaraku, sampai sejauh mana kita nantinya bertahan di jalan dakwah? Kita berharap kepada Allah agar tak luntur semangat, andai dunia memalingkan mukanya. Sebaliknya, akan kita katakan, “saksikanlah oleh kalian bahwa kami adalah orang-orang muslim! (QS.Al-Imran:64)
Jadi saudaraku jadikanlah hubungan itu kelak sebagai penjalin hati di jalan Ilahi, sebagai peredam diri dengan sunnah Nabi..Sehingga perasaan itu tidk berhenti pada setakat rasa melainkan berlanjut menjadi sebuah misi.
Ah,, saya tidak ingin menggurui anda lebih jauh tentang pernikahan, karena memimpikan saja masih begitu segan diri ini. Saya hanya sekedar mengangkat sebuah hikmah (bagi saya) yang berserakan dalam lipatan-lipatan sejarah karena diri ini masih terlalu lemah untuk membuat sejarah. Walopun takkan berhenti untuk tetap berharap menjadi sejarah langit. Karena sejarah di dunia ini begitu muda dipolitisasi.
Mungkin masih sebatas itulah cinta yang saya pahami.
How many times must a man look up
Before he can see the sky?
Yes.’n’ how many ears must one man have
Before he can hear people cry?
Yes,’n’ how many deaths will it take till he knows
That too many people have died?
The answer, my friend, is blowin’ in the wind
The answer is blowin’ in the wind
Makassar, 15 juli 2009
Yang masih belajar tentang cinta, ukhi.
Rabu, Juli 15, 2009
CINTA KITA...VISI KITA...
.: Tentang Web Ini :.
Web ini dikelola secara pribadi sebagai wujud apresiasi atas Shohwah Islamiyah, walau ia hanya deretan-deretan kata yang mungkin saja bagi sebagian orang tidak bermakna. namun inilah bagian dari salah satu tapak gerak itu, daripada sibuk mengutuk kelam namun enggan menyalakan pelita.
Fie Harokatin Barokah, dalam pergerakan ada berkah. Saya memilih sepakat dengan membayar harga sebuah cita-cita dan mimpi. Aku pernah bermimpi dan berpikir untuk merengkuh takdir sejarahku sebelum meninggal. Selebihnya biar ALLAH yang memberiku mimpi baru.
Sisa menitip asa pada waktu. Setiap peristiwa ada waktunya, maka setiap kemenangan ada jadwalnya. Satu kata, Berbuat!.
Marzuki Umar
(marzuki_umar@ymail.com)
Fie Harokatin Barokah, dalam pergerakan ada berkah. Saya memilih sepakat dengan membayar harga sebuah cita-cita dan mimpi. Aku pernah bermimpi dan berpikir untuk merengkuh takdir sejarahku sebelum meninggal. Selebihnya biar ALLAH yang memberiku mimpi baru.
Sisa menitip asa pada waktu. Setiap peristiwa ada waktunya, maka setiap kemenangan ada jadwalnya. Satu kata, Berbuat!.
Marzuki Umar
(marzuki_umar@ymail.com)
0 komentar:
Posting Komentar