Di benakku setiap perjalanan adalah ilmu. Setiap petualangan adalah tempat memungut berupa-rupa pengalaman. Langkah demi langkah di bumi Allah ini adalah proses merangkai plot-plot hidup sampai ia menjadi rangkaian cerita yang utuh. Pun bagiku saat bersama-sama saudara seiman berpetualang (baca:rihlah) melihat titik-titik bumi yang lain.
Siang itu jum’at, usai merampungkan bengkalai kuliah di hari itu, terlihat ikhwah sudah siap-siap meninggalkan sakan (asrama) kampus. Tanpa waktu lama dua mobil meluncur meninggalkan kota Makassar menuju kota Pangkep. Tidak kurang dari dua jam sampai juga kami di kota yang terkenal dengan ‘ikan bolu’ dan ‘sup saudara’nya. Dari dermaga kota Pangkep kami menumpangi kapal laut menuju tempat rihlah.
Subhanallah, laut yang biru terhampar tanpa ujung dengan ombak yang melengkapi semilir angin yang turut menyertainya. Ikhwah yang dari aceh sampai papua dan berbagai suku dikumpulkan menjadi satu oleh persaudaraan di atas aqidah yang sama. Terlihat mereka begitu menikmati perjalanan ini, tidak terkecuali saya yang memang dari Soppeng daerah yang tidak memiliki laut, padahal nenek moyang bugis kan pelaut, hehe...
Selama sejam lebih di atas kapal, walhamdulillah sampailah kami di tempat rihlah, Pulau Wali. Serentak kami bertasbih menyaksikan keindahan pulau ini. Masih begitu natural, air yang jernih dengan ikannya yang bergerombolan terlihat sangat jelas, pasir putih yang halus, pepohonan yang hijau nan rindang . Apalagi pas senja hari lengkap sudah keindahan itu. Jingga di ufuk bersama suara-suara ombak ditambah lagi dengan terpaan angin sore. “Betul-betul lengkap” kataku, tapi tiba-tiba seorang ikhwah nyletuk, “ Satu saja nih kurangnya, kok nda bawa ummi nya anak-anak ya? Padahal romantisnya deh”. Ikhwah yang lain pun tersenyum sambil mengiyakan, dasar!.. ^_^
Malamnya juga tidak kalah menakjubkan, kerlap-kerlip lampu kapal yang lalu lalang dengan lampu rembulan yang menghamburkan cahayanya bersama bintang yang bertaburan indah. Saat-saat seperti ini biasanya jadi momen untuk bertadabbur dan saling mentaujih sesama ikhwah. Dini hari, ikhwah-ikhwah menunaikan qiyam al-lail di pinggir pantai. Di atas pasir putih yang tergelar luas bersama suara-suara ombak yang tidak pernah berhenti memukul bibir pantai. Indahnya.
Usai sholat subuh, peserta rihlahmemilih untuk berenang dan bermain bola air, sebagiannya yang lain memilih mancing dan mengitari pulau menjawab keheranan mereka akan indahnya ciptaan Allah ini. Pulau ini sepertinya benar-benar mempersilahkan kami untuk menemukan sisi-sisi keindahannya, keindahan yang jauh dari hiruk pikuk kota dengan seabrek musykilahnya.
Singkat cerita, hari ahad kami pun meninggalkan pulau ini. Siap memulai lagi aktivitas. Selamat tinggal pulau. Pulau yang mewejangkan pada ruh yang picik, bahwa kita bukanlah siapa-siapa di hadapan kebesaran Allah. Tidak ada celah sedikitpun untuk berlaku sombong di hadapan sesama makhluk. Hembusan lembut bayu yang mengibas-ibas pucuk nyiur seakan bernasehat kepada kita agar jangan menodai bumi Allah dengan maksiat kepadaNya. Di bumi manapun kita berada maka temuilah ia dengan setiap potongan-potongan kebaikan. Dan sekali lagi,bahwa setiap petualangan adalah tempat memungut berupa-rupa pengalaman.
"Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al-Mulk : 15)
Telah berlabuh deru pada kita
tentang asa yang diletakkan di atas pepasiran putih
walau berikutnya
ia harus terhapus oleh ombak sebelum sempat membatu
untuk kita.
Telah sampai semilir angin pada kita
tentang jejak yang sabang hari kita susuri
karena yakin kita akan sampai menjejakinya
Tapi...
langit terlampau muram
untuk kita bertolak
ombak terlalu kerasnya merobek lembar layar
yang belum selesai
Dan angin
terus menampar bibir pantai
Sekalipun air langit menitik
meminta semuanya diam untuk kita.
Dan tanpa menunggu waktu lama
senja jingga yang ranum kini ditelan oleh petang
mengantarkan kita pada kisah yang baru
pada kisah yang lain
tentang kerlap-kerlip lampu kapal
membelah di bawah rembulan
bukan lagi untuk kita
tapi untuk aku dan kamu
masing-masing
Pulau Wali, 24-26 Rabi’ul akhir 1431H (9-11 April 2010)
0 komentar:
Posting Komentar