Kamis, April 29, 2010

Mereka Adalah Saudari Kita

Siang itu, seorang Muslimah pergi membawa barang dagangannya untuk dijual di pasar Bani Qainuqa’. Namun malangnya, tukang sepuh di samping tempat ia menjual memintanya untuk menyingkap wajahnya walau ia dengan segenap dayanya menolak perlakuan kurang ajar tersebut. Seketika itu juga si tukang sepuh meraih ujung pakaian muslimah tersebut, hingga terbukalah auratnya. Mereka pun tertawa kegirangan, dan wanita muslimah ini menjerit mengharap bantuan.



Sampailah kabar ini kepada seorang muslim, ia pun menuju ke tempat si tukang sepuh dan tanpa menunggu waktu yang lama ia berhasil membunuh tukang sepuh tersebut yang rupanya adalah seorang Yahudi. Teman-teman tukang sepuh balik membalas mengeroyok dan membunuh si pemuda muslim. Seketika itu juga ghirah kaum muslimin timbul untuk membela darah dan kewibawaan saudara mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang langsung turun tangan. Beliau menyiapkan pasukan untuk memerangi sekaligus mengusir Bani Qainuqa’ dari tanah Madinah.


Ternyata satu teriakan yang keluar dari seorang muslimah mampu menghentak, membangkitkan sekian banyak jiwa. Jiwa-jiwa yang menjawab tuntutan bela saudarinya. Walau mereka tidak terikat oleh hubungan darah. Ya, tiada hubungan dengannya kecuali jalinan iman, yang darinya lahir Izzah.


Hal yang serupa juga pernah terjadi pada masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah. Mu’tashim Billah yang saat itu mengemban amanah sebagai khalifah mendengar seorang Muslimah dizholimi dan dilecehkan kehormatannya.


“Bantulah kami, wahai Mu’tashim!” Teriak sang Muslimah yang saat itu ditawan di Malta oleh bangsa Romawi. Mendengar kabar rintih itu, Mu’tashim merasa terpanggil. Tahta agungnya selama ini seakan tiada artinya bila di sana masih ada seorang Muslimah yang dilecehkan kehormatannya. Tidak tanggung-tanggung, Ia pun menyiapkan sejumlah pasukan kekhalifahan menuju kota Ammuriyah asal teriakan yang menggema itu. Mu’tashim dengan mudah berhasil mengatasi semuanya, tidak sekedar itu bahkan beliau berhasil menaklukkan kota tersebut.


Sekarang, di masa yang Allah Azza wajalla takdirkan untuk kita berada di dunia ini. Begitu banyak panggilan itu yang sampai di telinga-telinga kita. Jeritan itu tidak sekedar satu saja, hampir di berbagai penjuru dunia ini rintih para Muslimat memanggil menuntut bela dari saudara-saudaranya. Mengharapkan kepeduliaan sebagaimana yang pernah di lakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Mu’tashim.


Gelombang Penolakan Terhadap Jilbab dan Cadar


Dinamika hubungan dunia Barat dengan Islam terus mengalami pergerakan terutama setelah runtuhnya kekuasaan negara komunis. Pasca konfrontasi dengan negara komunis, yang ditandai setelah tumbang dan berpecahnya Soviet, konfrontasi berubah arah ke dunia Islam, sebuah kekuatan yang dikhawatirkan mengancam hegemoni Barat.


Amerika Serikat didukung sekutu-sekutu Baratnya terus melakukan serangan ke dunia Islam baik dari sisi fisik maupun pemikiran. Puncaknya adalah ketika terjadi Serangan 11 September 2001 atas Gedung WTC di Amerika Serikat. Kejadian ini menjadi titik tolak Amerika beserta pendukung setianya untuk semakin membenarkan permusuhan mereka terhadap Islam.


Berikutnya pola pandang dunia, dan kaum Muslimin pada khususnya dirubah. Dunia dijejali dengan isu terorisme yang intinya adalah menyudutkan Islam dan segala atribut yang berkenaan dengannya. Islamophobia (ketakutan dan kebencian terhadap Islam) berkembang di dunia . kaum Muslimin merasa aneh dengan agamanya sendiri. Atribut dan simbol-simbol Islam terus diperangi. Hingga hari ini hal itu masih terus terjadi, dan belakangan ini pelarangan terhadap cadar dan jilbab serta pelecehan terhadap Muslimah semakin marak di Eropa.


Warga Muslimah Prancis yang bercadar misalnya, banyak yang mengeluh atas tekanan pemerintah yang terus-menerus dilakukan kepada mereka. Mereka merasa keberadaan mereka sebagai warga negara tak diakui dan cenderung dilecehkan.


Sebelum Prancis, Jerman ‘lebih maju’ lagi. Tahun 2007, Pengadilan administratif Jerman mengesahkan larangan mengenakan jilbab di wilayah North Rhine-Westphalia. Sebelumnya, pengadilan yang sama juga memutuskan untuk mendukung larangan berjilbab. Dari 16 negara bagian di Jerman, delapan negara bagian menyatakan melarang jilbab.


Di Belanda, tahun 2008 lalu, Kementerian Pendidikan Belanda pun mengajukan usulan kepada Parlemen agar memberlakukan larangan total terhadap cadar/burqa, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pemerintah Belanda sendiri telah menyiapkan aturan berbusana di Negeri Kincir Angin itu dan akan melarang cadar di seluruh kantor kementeriannya.


Pemerintah Denmark juga baru-baru ini telah memutuskan membentuk sebuah komite untuk mengkaji fenomena cadar setelah adanya tuntutan dari kelompok konservatif di pemerintah Denmark yang mendesak adanya pelarangan penuh bagi Muslimah yang mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh di tempat umum.


Indonesia pun tidak mau kalah , Muslimah yang berjilbab lebih khusus lagi yang bercadar mengalami berbagai bentuk pengucilan dan pelecehan. Sangat aneh memang, ternyata kalangan Islam juga ikut-ikutan phobi (takut) terhadap Islam itu sendiri. Berbagai kabar kasus pelarangan jilbab dan cadar di Barat maupun di negeri kita ini mengisyaratkan masih eksisnya sikap Islamophobia, baik di kalangan non-Muslim maupun di kalangan pemeluknya sendiri.


Dan dalam banyak kasus pelarangan jilbab dan cadar tersebut, kemana berbagai LSM dan kelompok-kelompok pengusung HAM ? Kemana pula para aktivis pembela hak wanita dan pegiat isu gender? Bukankah para Muslimah juga wanita yang harus diperjuangkan hak publiknya?


Barat Tidak Akan Rela dengan Kejayaan Islam


“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka” (QS. al-Baqarah : 120).


Fenomena pelarangan cadar, merupakan kesinambungan dari pelecehan mereka terhadap Islam. Mulai dari kasus kartun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, film FITNA, sampai pernyataan tendesius tentang jihad, dan sebagainya. Ide toleransi yang mereka gaungkan seolah menjadi topeng semata, karena faktanya umat Islam lah yang selalu menjadi sasaran penghinaan dan kebencian


Begitulah wajah sesungguhnya Barat kepada umat Islam. Bermacam-macam cara ditempuh oleh mereka untuk terus memberikan tekanan dan penindasan kepada umat Islam. Mereka yang katanya menyanjung tinggi dan mengangkat ide kebebasan dan hak asasi manusia telah menampakkan tujuan mereka yang sebenarnya. Pendekatan –pendekatan yang tampaknya humanis dijajakan untuk menjalankan misi kebencian terhadap Islam. Argumentasi yang mereka kemukakan sebetulnya hanya amarah kebencian yang kemudian dipaksakan dan dipoles. Apakah jilbab dan cadar yang dikenakan oleh saudari-saudari kita akan menimbulkan mudhorat bagi kehidupan mereka? Kaum Muslimah tidaklah menjalankan itu semua selain karena perintah dari Rabbul ‘alamin, Allah Azza Wajalla. Tapi itu semua justru tidak akan pernah membuat tenang kaum kuffar dengan segala kesombongan dan kebenciaannya yang tersimpan di hati-hati mereka.


“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang yang bukan dari kalangan kamu menjadi “orang dalam” (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti-henti berusaha mendatangkan bencana kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telahpun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulutnya dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya telah kami jelaskan kepada kamu keterangan-keterangan itu jika kamu (mau) memahaminya”. (QS.Ali-Imraan :118).


Mereka gelisah membaca kenyataan bahwa Islam justru cepat tersebar dan mengalami perkembangan kuantitatif di Eropa. Hal ini merupakan pukulan telak kepada dunia Barat dan mereka tentu saja sangat risau dan takut akan hal itu. Karenanya, munculah kemudian pelecehan-pelecehan terhadap Islam, serta upaya-upaya politis untuk menjauhkan orang-orang Barat dari Islam .


“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah (agama Islam) dengan mulut mereka, sedangkan Allah tidak menghendaki melainkan menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir tidak suka (akan yang demikian)”. (QS: At- Taubah : 32).


Terakhir, tentu saja ini semua adalah konsekuensi dari keimanan kita. Kita telah memilih jalan kemuliaan islam, yang dari berbagai arahnya cobaan-cobaan datang silih berganti untuk menggoyahkan kaki-kaki kita, namun itu semua ‘takkan ada artinya’ dibanding dengan karunia keislaman yang telah Allah muliakan untuk kita. Seperti kata Al-Faruq Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu, “ Inna kunna adzalla qaumin, Fa a’azzanallahu bil islam famahma nathlubul izza bighairi maa a’azzanallahu bihi adzallanallah.” Dahulu, kami adalah orang-orang yang terhina. Lalu Allah meninggikan kemuliaan kami dengan Islam. Andai saja kami mencari kemuliaan selain dari Islam. Pasti Allah akan membuat kami menjadi terhina lagi.. Wallahu waliyyut taufiq.


Makassar, 10 jumadil Ula 1431 H




Dimuat juga di Buletin al-Balagh

0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket Photobucket Photobucket
marzukiumar.com © 2007 supported by www.iu.edu.sa allright reserved