Mungkin saja ketulusan hanyalah setakat piranti yang merangkum harap,
membatin bersama waktu yang bergulir.
Layaknya aku yang berjalan di atas kerinduan menuju kerinduan berikutnya.
Hingga pada akhirnya aku tiba pada muara yang begitu hening.
Sehening namamu yang terus keluar dari bibir bersama airmata yang berubah menjadi doa-doa.
Bukan apa-apa,
hanya segenggam cinta yang terlampau unik untuk episode yang berbeda.
Hanya seringkali ia hanya butuh jeda, menembusi bilik setiap jengkal perjalanan kita,
sambil sesekali memandangi serpihan-serpihan jejak yang engkau sisakan pada tepi hujan dan subuh yang mengalir samar-samar.
Kata mungkin terlalu biasa untuk kisah kita!. Kita punya mata bersama bulirnya yang jernih untuk terus menenggelamkan penjelasan. Untuk sebuah ruang batin, keterangan bukan segalanya. Tetap saja kata-kata tak akan pernah cukup untuk memahami semua.
Setiap kerinduan punya ajal.
Punya satu titik, tempatnya berhenti pada kabut sekalipun.
Ia adalah sebuah akhir dari narasinya yang tak berjudul.
seperti kapas yang terbang tanpa satu anginpun yang memandu.
Nanti, kalau ternyata kisah ini telah basah oleh hujan yang diam-diam jatuh.
Kita tukarkan saja dengan sepotong lukisan untuk di pajang di sudut hati.
Pada waktu yang entah kapan pastinya.
Tak ada yang patut aku gugat pada kenyataan ini,
karena ini dariNya.
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, amalan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan cinta-Mu lebih aku cintai melebihi cintaku pada diriku sendiri dan keluargaku.”
Al-Faqiir ila afuwwi rabbihi
Marzuki Umar
Layaknya aku yang berjalan di atas kerinduan menuju kerinduan berikutnya.
Hingga pada akhirnya aku tiba pada muara yang begitu hening.
Sehening namamu yang terus keluar dari bibir bersama airmata yang berubah menjadi doa-doa.
Bukan apa-apa,
hanya segenggam cinta yang terlampau unik untuk episode yang berbeda.
Hanya seringkali ia hanya butuh jeda, menembusi bilik setiap jengkal perjalanan kita,
sambil sesekali memandangi serpihan-serpihan jejak yang engkau sisakan pada tepi hujan dan subuh yang mengalir samar-samar.
Kata mungkin terlalu biasa untuk kisah kita!. Kita punya mata bersama bulirnya yang jernih untuk terus menenggelamkan penjelasan. Untuk sebuah ruang batin, keterangan bukan segalanya. Tetap saja kata-kata tak akan pernah cukup untuk memahami semua.
Setiap kerinduan punya ajal.
Punya satu titik, tempatnya berhenti pada kabut sekalipun.
Ia adalah sebuah akhir dari narasinya yang tak berjudul.
seperti kapas yang terbang tanpa satu anginpun yang memandu.
Nanti, kalau ternyata kisah ini telah basah oleh hujan yang diam-diam jatuh.
Kita tukarkan saja dengan sepotong lukisan untuk di pajang di sudut hati.
Pada waktu yang entah kapan pastinya.
Tak ada yang patut aku gugat pada kenyataan ini,
karena ini dariNya.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنِى حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى وَأَهْلِى
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, amalan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan cinta-Mu lebih aku cintai melebihi cintaku pada diriku sendiri dan keluargaku.”
Al-Faqiir ila afuwwi rabbihi
Marzuki Umar
0 komentar:
Posting Komentar