Tarbiyah adalah suatu keniscayaan untuk eksisnya sebuah perjuangan dakwah Islamiyah. Hadirnya shohwah Islamiyah yang memberikan ruang dan keleluasaan harusnya membuat tarbiyah semakin tumbuh sesuai tuntutan zamannya. Di saat idealisme luntur perlahan, turunnya militansi, dan inkonsistensi yang kesemuanya tentu saja menggelisahkan setiap kita. Maka tarbiyahlah jawabannya. Hal ini akan mudah dipahami bagi mereka yang pernah merasakan dan hidup bersama tarbiyah.
Dalam rangkaian metamorfosa tarbiyah tentu setiap fasenya adalah rangkaian anak-anak tangga untuk membawa kita pada kenyataan yang lebih baik. Tidak hanya tsaqofah yang semakin ‘menumpuk’ yang tentu saja aplikatif, namun iklim tarbiyah harusnya semakin dirindukan, karena ia adalah kebutuhan. Kejenuhan tarbiyah adalah musibah yang besar dalam suatu perjuangan baik itu dalam skala komunal maupu individu itu sendiri. Karena ia akan menjadi ‘mantan’ pejuang yang terpinggirkan dan dengan sendirinya sejarah akan menggantikannya dengan yang lain.
“dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (Muhammad:38)
Langkah-langkah yang mungkin kelihatannya sederhana yang dibangun oleh kelompok-kelompok kecil bisa jadi menjadi awal yang sangat fundamental dalam episode dakwah berikutnya. Siapa yang menyangka kalau halaqoh kecil Rasulullah di Baitul Arqom bisa menjadi cikal bakal untuk penyebaran dien ini ke berbagai sudut-sudut dunia. Sebab orang yang terpola pandangannya oleh tarbiyah akan melihat problematika umat dari sisi keyakinan mereka seraya berucap, “ Inilah bagianku!”. Seperti apa yang dikatakan oleh para mujahid pada perang Khandaq yang dikutip dalam al-Qur’an.
“Dan tatkala orang-orang beriman melihat golongan- golongan yang saling bersekutu itu, (dalam memerangi orang-orang beriman), mereka berkata, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan ketundukkan.” (AI-Ahzab: 22)
Mereka sadar bahwa mereka bukanlah kaum yang berpunya dalam segala hal. Maka, itu mereka menempatkan diri pada posisi dimana mereka bisa saling melengkapi dengan saudaranya yang lain. Melengkapi semangat perjuangan yang menyala-nyala dalam jiwa mereka. Saling meniupkan kembali api semangat itu tatkala hampir padam oleh gelombang dunia. Di sinilah sisi substansial dari tarbiyah bahwa kerja-kerja keumatan adalah kerja jama’ah.
Dalam makna inilah pelaku tarbiyah mendapati dirinya sebagai satu dari sekian batu bata untuk pembangunan izzah umat ini, pada peran apapun ia berada.Memang, tarbiyah bukanlah segalanya, tapi kebangkitan itu ada di sini. (di)Tarbiyah !
18 Sya’ban 1431 H
Marzuki Umar
0 komentar:
Posting Komentar