Selasa, Januari 26, 2010

Harta Intelektual & Plagiat; Sebuah Timbangan (I)

Dunia Cyber bukan lagi sesuatu yang asing. Kini telah dianggap sebagai alat penyebaran informasi secara global, cepat, dengan biaya yang relatif lebih murah.
Namun, maraknya pengguna dunia maya menghasilkan 'masalah' menarik dalam konsep kepemilikan hak intelek.
Pelanggaran hak mengenai harta intelek menjadi bahan perbincangan dalam Islam, walaupun tidak seramai fiqh kotemporer yang lain.
Para ulama dahulu tidak banyak mengulas dan memperdebatkan mengenai hak cipta, tidak seperti kepemilikan harta (maal).
Karenanya, sebagian masih ada yang merumuskan bahwa hak ini tidak dikenal dalam Islam.


Ibn Hazm Azh-Zhohiri -rahimahullah- (Seorang Ulama besar pendiri madzhab Zhohiri), tidak serta merta memasukkan sesuatu masalah dalam permasalahan 'muamalah'.
Menurut beliau, Karena yang diperjualbelikan dalam buku, makalah atau karya tulis yang lain hanyalah kertas dan tinta dan bukan pendapat dan informasi. Baginya, pendapat dan informasi (ataupun `ilmu dalam cakupan yang lebih luas) tidak mempunyai wujud seperti kertas dan tinta. Begitu juga dengan al-Qarafi yang berpendapat bahawa `ijtihad' (pendapat/hasil pemikiran) tidak mempunyai wujud yang bisa dijadikana dijadikan sebagai bahan `muamalah'.

Kajian tentang hak cipta (harta intelektual) baru ramai dikaji pada permulaan abad ke-21, dimana telah ada banyak buku fiqh yang mulai membahas hak ini dan menjadikannya sebagai hak yang dillindungi oleh syari'at.
Dalam buku al-Dirrini, "Haq al Ibtikar fi al Fiqh al Islami" yang membahas dengan mendalam kedudukan harta intelektual dari sudut pandang undang-undang syariah, sekaligus membantah pendapat yang bertentangan dengannya.
Katanya, harta intelek yang diistilahkan sebagai haq al ibtikar, adalah satu haq manfa'at.
Dalam fiqh Islam, ada tiga jenis harta (maal) iaitu ayn (harta berwujud), dayn (hutang) dan manfa'ah (harta yang tidak berwujud).
Bahwa pemikiran dan informasi adalah subtansi, adapun bahan fiskal yang berwujud (kertas,dll.) sebagai perantara manfaat. jika perantara itu rusak maka subtansi tidak akan sampai.
Dengan dasar ini, harta intelektual dikenal dalam syari'at sebagai sesuatu yang dilindungi.
bahkan hal ini sangat sejalan ajaran Islam yang mengharuskan tumbuhnya budata ilmu.
Jika hak penulisan karya dilindungi, maka hal ini akan mendorong penulis untuk lebih giat dalam berkarya. Budaya jiplak tidak hanya membunuh kreativitas, malah melemahkan semangat 'sang pemilik' karena usaha mereka tidak dihargai.

Masalah kemudian, dengan hak yang berserakan di internet?
maklum bahwa internet memberi peluang dan kemudahan kepada seseorang untuk mendapatkan informasi (availability of access) dan membolehkannya membuat salinan. Hal ini menyebabkan pencurian karya dalam Internet 'berbeda' dengan pencurian harta intelektual yang lain.
Internet dianggap oleh sebagai tempat berbagi ilmu dan tidak sedikit yang menganggap bahan yang terkandung dalam Internet sebagai bahan 'percuma'.
Apakah pencipta karya ingin mendapatkan hak yang sama dalam penulisan seperti halnya dengan yang lain ?
Dan dari alur yang sama pengguna ingin menyalin informasi (baca:karya) dengan percuma karena persepsi bahwa sajian dunia maya tidak mempermasalahkan hal ini karena efek global yang sudah merata. hingga orang yang berpijak pada pendapat ini berasumsi bahwa hak cipta tidak releven lagi dalam dunia cyber.

Kedudukan Internet seperti jendela , yang membolehkan seseorang berjalan ke dunia lain dan melihat apa yang berlaku di dunia luar tanpa perlu meninggalkan kursi .
Namun hanya membolehkan seseorang menjenguk ke dalam untuk melihat bukan untuk mengambil hak orang lain, bantahan terhadap asumsi tadi.
Dengan `metafor' seperti ini, pencipta karya berhujjah bahawa harta intelek dalam dunia cyber, seperti halnya dengan dunia sebenarnya.

Untuk melindungi hak ini maka Amerika Serikat menjadi negara yang awal- awal yang mengkaji hak cipta dalam internet. Hingga mahkamah kehakiman di Amerika menetapkan bahawa karya yang terkandung dalam Internet sebagai karya yang dilindungi .
Pada tataran internasional, Wipo (World Intellectual Property Organisation) menyelesaikan triti hak cipta (Wipo Copyright Treaty) pada akhir 1996. dan diikuti oleh berbagai negara. Namun hal ini lebih pada pertimbangan royalti.

Kita kembali tentang fungsi hak cipta dalam budaya ilmu Islam?
Hak cipta sebagai penentu shohihnya suatu ilmu yang dikenal dengan istilah ` sanad dan ijazah', Hal ini menjadi fungsi sosial yang paling penting dalam yradisi ilmiah. Sejarah peradaban Islam membuktikan bahwa ilmu pada zaman salaf diturunkan dari satu generasi ke generasi lain melalui jalur sanad. Terutama dalam bidang hadits, nama periwayat menjadi pertimbangan terbesar. Lalu cabang yang lain (fiqh misalnya), untuk mendapat kelayakan menyampaikan suatu ilmu perlu ada ijazah dari seorang ulama tempat ia menimba ilmu hal ini untuk memastikan bahwa ia benar-benar pantas menyampaikan ilmu dan nama guru harus termaktub agar asal usul suatu ilmu dapat dikenal pasti. Penting memang, karena cara yang paling dominan dahulu dalam transfer ilmu adalah melalui lisan, dan kemungkinan untuk berubah dan diubah sangat besar.Jadi hal ini, lebih pada kerisauan terhadap tercemarnya ilmu ad-Dien yang menentukan dunia akhirat seseorang, tidak sekedar pertimbangan profit.

Wallahu a'lam (Bersambung).

NB: Makalah ini ana buat setelah 'diceramahi' oleh seseorang yang pernah ana copas tulisannya lalu diposting di Facebook lalu lalai mencantumkan sumber. Dari situlah ana terinspirasi ke perpustakaan ma'had mencari literatur arab untuk menengok perbedaan pendapat ulama dalam memandang hal ini (Fiqh al-muqarran). Akan berpulang kepada Anda dalam menentukan sikap.
ala kulli hal kepadanya ana haturkan syukran atas taujihnya n sekali lagi AFWAN JIDDAN... ^_^

STIBA, 260110

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Afwan, tulisan di atas boleh saya copas?

Hmm... sepertinya org yang dimaksud di NB-nya itu tidak merasa sedang menceramahi, kayaknya. Wallahu a'lam.

NB juga: ditunggu segera tulisan lanjutannya. Syukran.

Marzuki Umar mengatakan...

Silahkan...
Hehe, mungkin baru merasa pertama kali 'diceramahi' gitu. Alhamdulillah jadi bahan bahts(penelitian)ku dalam mata kuliah fiqh al-muqorran (perbandingan madzhab)..

Anonim mengatakan...

Komentar2 selanjutnya tentang tulisan Anda bisa di klik di http://megalotus.multiply.com/journal/item/189/Harta_Intelektual_Plagiat_Sebuah_Timbangan_I?replies_read=4

Marzuki Umar mengatakan...

Suruh maki baca dulu semua secara utuh, kalau masih ada narasa mau didiskusikan, suruh kirim unek2nya k email ana.. syukran.

Posting Komentar

Photobucket Photobucket Photobucket
marzukiumar.com © 2007 supported by www.iu.edu.sa allright reserved