Sabtu, Februari 26, 2011

Bersabarlah Sejenak!

Saya kadang terharu mengenang perjalanan hidupku sendiri. Mengingatkanku bagaimana masa kanak-kanak saya yang dihabiskan di kampung. Di pelosok yang lumayan terpencil, sekitar 4 jam dari kota Makassar jika mengendarai mobil. Setiap pagi dan sore, pergi pulang sekolah jika bukan jalan kaki pasti naik sepeda.


Sangat menikmati suasana kampung yang lekat dengan budaya kekeluargaan dan kebersamaan. Menginjak usia remaja, saya memilih untuk 'meninggalkan' orang tua, melanjutkan sekolah SMP di kabupaten Lain tempat saudara bapak ditugaskan sebagai guru. Selepas dari sana menghabiskan masa-masa SMP, dihadapkan untuk memilih SMA. setidaknya saat itu ada dua SMA unggulan di Sulawesi Selatan; SMAN 2 Tinggimoncong Malino dan SMAN 17 Makassar. Saya harus lulus di salah satu SMA tersebut camku. apalagi SMPku pada saat itu mendapatkan jatah bagi juara sekolahnya untuk mendapatkan kursi, dan nilai-nilai akademikku walhamdulillah memungkinkan sekali. Tapi apa mau dikata, ternyata Bunda memintaku untuk pulang kampung. Sebagai wujud bakti seorang anak, nurut! itulah pilihan satu-satunya.


Saya kembali mulai akrab dengan suasana kampungku, ditakdirkan menjadi siswa SMAN 1 Watansoppeng, pun merupakan sekolah unggulan kabupaten setempat. Pada masa ini pula saya didaulat menjadi pengurus salah satu organisasi dakwah, dari sini pulalah titik tolak yang sangat berarti dalam hidupku walau sebelumnya telah akrab dengan dunia kajian. Tapi mungkin karena masa peralihan saya menemukan sesuatu yang berbeda. Ada begitu banyak kejadian yang lucu yang saya lewati pada masa ini, dibilangi islam garis keras lah, teroris, smpai homo -wal'iyadzu billah- hanya karena kami tidak ingin seperti lelaki kebanyakan yang 'lepas' bergaul dengan wanita. Hingga ketika telah duduk di bangku kelas dua, saya memutuskan untuk pindah saja ke pesantren di solo karena tidak tahan dengan budaya SMA umum. Tapi lagi-lagi tidak jadi, kali ini Murobbi memberikan taujih agar bersabar dulu menyelesaikan SMA, "nantilah setelah SMA , antum masuk ma'had", begitu katanya.


Menjalani dengan setengah hati tapi bukan berarti saya tanpa capaian akademik, namun saya pernah hampir tidak naik kelas gara-gara nilai PPKn yang rendah, bukan karena ujiannya, tapi habis 'berdebat' hebat dengan Pak Guru tentang konstitusi negara, saya menawarkan syari'at Islam saat itu. hehehe.


Waktu jualah yang akhirnya membawaku, hingga waktu yang tiga tahun tak terasa begitu singkat. Ujian Nasional telah berlalu dan gilirannya dihadapkan pada urusan masuk perguruan tinggi. Saya memilih jurusan komunikasi UGM dengan jalur beasiswa PBU (Penelusuran Bibit Unggul), tapi, ada tapinya lagi dan takdir kembali berkata lain. Esoknya ketika akan berangkat ke Jogja, lagi-lagi Bunda sama seprti ketika mau masuk SMA dahulu, masih berat melepas ke walau Bapak sdah memberi lampu hijau. lagi-lagi saya harus nurut.


Saya akhirnya memberikan syarat kepada orang tua "Saya mau sekolah di Makassar, asalkan masuk jurusan agama". Orang tuapun acc jga. dipilihlah tawaran Murobbiku dahulu, di Ma'had 'aly al-Wahdah (STIBA).


Singkat cerita, setelah melewati beberapa semester, teman-teman sekelas banyak yang memilih 'hijrah' ke LIPIA Jakarta, dan saya termasuk orang yang kadang 'tersyubhati' untuk angkat koper juga ke sana. Memilih tetap bertahan di STIBA adalah pilihanku, ada lingkungan yang tak akan kudapatkan selain di STIBA, di sini saja! tegasku pada diri sendiri.


Waktu berlalu, dan ujian final baru saja usai. Saya berpamitan dengan para dosen untuk pulang kampung menghabiskan liburan. 4 jam ditempuh dengan naik motor, melepas rindu dengan keluarga. Lalu memutuskan untuk istirahat, tapi belum juga mata terpejam tiba-tiba saya mendapatkan SMS dari Murobbi sekaligus dosenku. "Ha! perasaan saya sdah pamit sama beliau tadi?" heranku, pasti ada sesuatu yang penting. Saya buka dan "Baarakallohu fiikum, Antum lulus ke Medinah tahun ini." Alhamdulillah, Lagi-lagi harus membujuk Bunda, dan akhirnya kali ini luluh juga.


Allahu Akbar, semoga ini adalah taufiq dari ALLAH harapku. hingga hari ini ketika mau dirunut kebelakang saya menemukan satu rahasia hidup, Bersabarlah sejenak! Semua rentetan hidup saling bertautan mengantarkan pada hasil yang kadang tak terduga. dan di situlah indahnya takdir ketika ia tersembunyi, nanti ketika tersingkap pada waktunya akan indah, sangat indah. Sesuatu yang dicapai dengan berpayah-payah akan lebih bisa dihargai. Maka bersabarlah sejenak!


Wallohu A'lam

Madinah, 24 Rabi'ul Awwal 1432 H

"Bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu..." (QS.Ath Thur; 48)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

betul akh.. Kisah yg sarat pelajaran..

Posting Komentar

Photobucket Photobucket Photobucket
marzukiumar.com © 2007 supported by www.iu.edu.sa allright reserved